Tolong Jaga Ayahku Ya Allah

Badannya kekar, wajahnya garang dan jarang tersenyum. Baju seadanya dengan ciri khas kesederhanaannya di balut dengan jaket loreng kolaborasi hitam dan hijau. Inilah ayahku, sosok yang paling aku idolakan sedunia.

Ayahku adalah seorang veteran, beliau adalah pensiunan tentara yang pernah berjuang untuk indonesia ketika perang setelah kemerdekaan tahun 45. Aku tidak tahu pasti dimana dan kapan perang itu terjadi, yang pasti ayah selalu menceritakannya dengan semangat dan gairah ber api - api sambil memperagakan bagaimana dia memegang senjata dan bambu runcing. Itu adalah saat - saat menyenangkan bersama ayah, aku selalu senang mendengarkan cerita semacam ini dari ayah.

Aku tinggal bertiga bersama adik dan ayah di sebuah rumah kontrakan sederhana. Di rumah ini hanya ada satu tempat tidur untuk kita bertiga, sebuah kebersamaan dan anugerah yang paling indah dari tuhan.

Hiburanku di rumah hanyalah tivi, gitar, dan cerita - cerita ayah yang penuh dengan semangat yang ber api - api. Hiasannya juga hanya sebatas foto - foto ketika ayah masih menjabat menjadi pejuang, beberapa yang lain adalah foto ibuku ketika masih muda, dan yang lain adalah fotoku bersama adik.

Aku punya tiga kakak dan satu adik, satu kakak perempuan, dua kakak laki - laki, dan satu adik laki - laki. Semua kakakku telah berkeluarga dan memiliki kebahagian masing - masing.

Ayah dan ibu telah berpisah sejak adikku masih kecil, kabarnya hari terakhir saat mereka masih bersama terjadi sebuah pertengkaran hebat antara ayah dan ibu yang disebabkan oleh perekonomian yang mulai sangat buruk karena ayah mulai gemar judi dan mabuk - mabuk'an setelah perang usai dan gelar pensiun mulai diturunkan.

Sekolahkku telah putus tengah jalan, lagi - lagi karena masalah ekonomi keluarga. Namun aku tetap bersyukur karena adikku masih punya kesempatan untuk tetap bersekolah dan menggapai cita - citanya yang mulia, membahagiakan kita semua.

Namun hari ini, semua harapan cerah itu seakan telah pudar bagai negeri yang di ambang tsunami hebat. Segalanya telah hancur menjadi keping - keping penyesalan.

Sepulang dari rumah teman, rumah kontrakanku yang hanya sepetak di penuhi banyak orang bersarung dan bertaqwa putih - putih. Sebuah ambulan juga aku temui di kejuahan karena memang tidak bisa masuk gang.

Ayah berbaring di sebuah tikar dengan kulit sangat pucat dan mata sudah terpejam sangat pulas. Dengan balutan kain putih bersih. Beberapa orang yang aku kenal mengelilingi ayah sambil melantunkan ayat - ayat AL - Quran nan indah. Juga ada ketiga kakakku yang mengaji dan terlihat sedang menahan cucuran air mata yang keluar karena penderitaan kehilangan yang sangat mendalam.

Air mataku sudah menetes begitu deras tanpa aku sadari, dan aku mendengar suara orang yeng mengepuk punggungku sebagai wujud simpati mengatakan "Yang sabar nak, ayahmu over dosis karena telah meminum miras oplosan. Pak Lek turut berduka." orang itu terus menenangkan dan menyabarkanku walau tak ku respon sedikitpun karena tak kuasa melihat sosok ayah.

Sosok pejuang yang selama ini menemani keseharianku telah pergi meninggalkan kenangan - kenangan manis. "Semoga ayah tenang di sisinya".

Setelah beberapa hari kepergian ayah yang tanpa tanda - tanda ini membuatku sangat menyesal dan terus terdiam sambil me reka - reka kenangan lama. "Kenapa ayah pergi sebelum aku membahagiakan ayah ?, kenapa ayah tinggalkan aku di saat yang tidak tepat ? Aku masih butuh ayah."

Aku sangat menyesal selalu gagal mengingatkan ayah agar berhenti mabuk dan berjudi. Sekarang semua telah terlambat, ayah sudah pergi. Aku tidak bisa berbuat apa - apa selain menyesal dan terus menyalahkan diri sendiri. Aku belum sempat memberi kebahagiaan kepada ayah, menuruti omongannya pun kadang tak mau.

Saat ini aku tinggal bersama kakak dan telah berubah. Aku mulai giat beribadah dan mulai mencari pekerjaan. Tapi sayangnya, ayah sudah tak lagi di dunia ini dan tak kan mungkin pernah kembali untuk melihat perubahan ini. Yang bisa aku lakukan hanya menyelipkan doa setelah usai sholat. "Tolong Jaga Ayahku Ya Allah".

Andai aku di beri satu kali lagi kesempatan untuk bersama ayah. Aku tidak akan menyia - nyiakannya sedikitpun !. Sayangnya itu hanya harapan palsu yang tak mungkin terjadi.